Selasa, 16 Juni 2015

Yusuf Nada #Prison3


dakwatuna.com – Dia cerdas memahami pikiran dan bahasa orang. Dalam dunia yang penuh ambigu, kita semua beruntung jika memiliki penerjemah. Pesan Yusuf sederhana, namun dalam, ‘Hidup dan biarkan hidup’. Untuk keadilan dan demokrasi itu, dia berkali-kali memertaruhkan nyawanya.

Berikut cuplikan tutur Yusuf tentang 60 tahun menjadi anggota Ikhwanul Muslimin (IM) dan memediasi berbagai Negara dan faksi. Hampir di tiap peristiwa besar dunia Islam, Yusuf berada di belakang layar, memastikan pilihan yang diambil, yang minimal menumpahkan darah.
“Semua tugas mediasi saya terima dari Mursyid’ Am,” jelasnya lugas. Tinggal berpindah negara setelah keluar dari penjara dan menjauh dari represi rezim Jamal Abdul Nasser yang menyesakkan, Yusuf membangun jaringan bisnis yang terangkai dari Eropa sampai Afrika dan Asia.

Prinsipnya, tugas mediasi untuk Allah. Bisnis hal terpisah. Walau penguasa Yaman menawarkan 5% keuntungan Bank Islam untuk Yusuf karena dia baru saja memediasi Yaman dengan Arab Saudi terkait perbatasan, Yusuf menolak.

“Saya mengeluarkan puluhan ribu dollar untuk mendapatkan dokumen asli dan resmi terkait perbatasan Arab Saudi dan Yaman. Dari kantong sendiri. Mediasi ini biar Allah yang membayar,” jelasnya.


“Bagi IM, andai dari mediasi itu berkurang darah yang tumpah, kalau bisa sebaiknya tidak ada, itu sudah cukup. Kami cinta damai dan keadilan,” katanya. Ironis, karena negeri Barat banyak meletakkan IM dalam daftar organisasi teroris terlarang.
Karena mendahulukan damai ini, makanya IM memilih menjadi penyatu kekuatan Muslim dalam pemerintahan baru Mesir. Menjadi penyatu semua kepentingan, walau kemudian sering jadi sasaran tembak. Yang kanan mengaggap IM terlalu kiri, yang kiri menganggap IM terlalu ekstrim, dst.

Kairo, November 1954
Yusuf (23th) ditangkap karena dia anggota IM. IM dituduh Jamal Abdul Nasser melakukan kudeta. Dia digelandang dari Alexandria menuju penjara militer di Kairo, tanpa pengadilan. Di sana, selama dua tahun, dia mengalami penyiksaan seperti anggota IM lainnya. Posisi keluarga dan jaringan orang tuanya yang luas menahan tangan penyiksa untuk membunuhnya.
“Kami disuruh berlutut di dalam lumpur, meletakkan tangan di dinding depan kami. Sementara matahari bersinar terik. Jika tangan kami turun, cambuk penjaga juga turun ke kami. Berjam-jam. Banyak yang akhirnya tumbang dan dibawa entah ke mana. Saya tidak menemui mereka lagi.”

Dalam penjara, Yusuf menyaksikan dan mengalami penyiksaan yang bahkan iblis saja mungkin tidak akan bisa menciptakannya. Ada tong penuh kotoran manusia. Seorang lelaki diikat kaki-tangannya dan dicelupkan ke dalamnya, kepala lebih dahulu. Dia lalu dicambuki hingga penyiksa mendengar kalimat yang mereka inginkan keluar dari lelaki itu. Ada juga lelaki yang dipaksa mengucapkan hinaan akan Mursyid ‘Am, tapi dia menolak. Penjaga membenamkannya ke dalam tong sampai dia megap-megap.

Ada sel kecil semacam kolam tinggi yang diisi air dan es balok. Begitu membekukan, orang tidak akan bisa berdiri di dalamnya. Ada yang hanya tahan lima menit. Setelah direndam dalam air es beku itu, mereka memasangkan ikhwan di kayu salib, mencambuki mereka, memotong daging mereka dengan pisau.
Satu kali, tersisa satu porsi makanan di klinik karena ada yang meninggal. Yusuf yang sedang di klinik disuruh mengantarkan ke sel 13. Penghuni sel gelap berkata, ‘Berikan ke sel di sebelah. Dia lebih butuh.’ Yusuf menemukan sumber suara itu. Hanya mata merah dan mulut yang terlihat. Badan lelaki itu terbakar, hitam, tak bisa dikenali. Yusuf membawa makanan ke sel sebelah. ‘Dia lebih memerlukan daripada saya….’ Sampai ke satu sel. Dalam sel itu nampak bagian-bagian lelaki. Bagian tubuh antara dua kakinya habis diterkam anjing yang dilaparkan.
Pengalaman di penjara membuat Yusuf anti kekerasan. Apapun akan dia lakukan untuk mencegah tumpahnya darah orang yang tidak bersalah.

**
Yusuf anak keempat dari sebelas bersaudara. Ayahnya pemilik pabrik pengolahan susu. Ibunya berasal dari keluarga terpandang. Yusuf kecil senang bermain ke ruang pengadilan kotanya. Dia suka mendengar adu argumen pengacara dan jaksa penuntut.
Keterlibatannya dengan IM bermula saat dia takjub melihat dua anggota IM meredakan tawuran dua grup pemuda yang besar kemungkinan berakhir dengan kematian. Usia 17 tahun, dia aktif mengikuti pembinaan IM sampai sekarang.

Dua tahun dalam penjara, Yusuf dibebaskan. Dia kembali ke kampus. Kuliah, ikut demo, sambil membangun usahanya sendiri. Ketika lulus, pabrik pengolahan susunya menyuplai sepertiga penduduk kotanya. Dia juga memiliki kontrak dengan perusahaan Swiss dan Austria. Kontrak dengan perusahaan asing ini yang menjadi jalan baginya mendapatkan visa keluar Mesir.
Bisnis Yusuf saat ini tersebar di berbagai Negara, berkantor di Wina, Tripoli, Riyadh, Glasgow, dan Liechtenstein. Komoditi yang diperdagangkannya meliputi semen, baja, aluminimum, besi, minyak, jagung dan gandum. Jatuh bangun bisnis juga dia alami.

Besar dan luasnya jaringan Yusuf, diskusi bisnisnya sering melibatkan pemimpin Negara. Ketika Iran dicekik boikot Negara Barat (Iran menyerbu Kedubes Amerika pada 1979 dan menculik puluhan stafnya), Menteri Perdagangan Iran, Reza Sadr meminta bantuan Yusuf untuk menyuplai baja dan gandum. Yusuf menyanggupi mengirimkan 100 ribu ton baja, 450 ribu ton gandum. Untuk baja saja perlu 3300 gerbong kereta mengangkut dari Hamburgh ke Kotka Findlan, ke Rusia Laut Kaspia, ke Julfa Iran.

Penerima barang di Iran mengatakan jumlah yang mereka terima tidak sama dengan jumlah yang dikirim Yusuf. Jika Yusuf bersikukuh dengan dokumen pemberangkatan resminya dengan angka di atas, maka pejabat Iran jika dipaksa membayar, bisa jadi harus korupsi. Yusuf membiarkan perbedaan angka tersebut sehingga dia rugi 5 juta dollar (sekitar 50 milyar rupiah).

“Niat saya menolong Negara Islam. Biar Allah yang menggantinya nanti,” kata Yusuf.
Konsep bisnis bersih dan jauh dari transaksi abu-abu menjadi pegangan Yusuf dalam menjalankan usahanya. “Kalau kamu mendapatkan sesuatu dengan menyuap, kamu hakikatnya sedang mengambil hak orang lain.” Andai dia melihat ada gelagat korupsi, dia segera menjauh dari dari orang/perusahaan tersebut dan memutuskan tidak melanjutkan bisnisnya.

(Dari Inside the Muslim Brotherhood: Douglas Thomson dan Youssef Nada: Maimon Herawati)
Redaktur: Pirman


Sumber: http://www.dakwatuna.com/2014/06/12/52996/yusuf-nada-mediator-dunia-sumbangan-ikhwanul-muslimin/#ixzz3dBvt83jc 
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook

Tidak ada komentar:

Posting Komentar