Senin, 18 Januari 2016

Disonansi Kognisi Muslim Hari Ini


Bismillah, finnaly gw online.. yeay... ekekeke...
hmmm. bahas apa yak...
Ada sebuah pertanyaan besar dalam hidup gw, "kenapa seringkali orang mengalami kondisi dimana perilakunya jauh dari pemahaman yang ia punya?" Ini bahkan hampir berlaku di semua disiplin ilmu bahkan hingga dalam hal beragama sekalipun. Hal ini dalam teori komunikasi disebut dengan teori disonansi kognisi. Festinger menjelaskan bahwa disonansi kognitif adalah diskrepansi atau kesenjangan yang terjadi antara dua elemen kognitif yang tidak konsisten, menciptakan ketidaknyamanan psikologis. Hal ini didukung oleh vaughan &Hogg (2005) yang menyatakan bahwa disonansi kognitif adalah suatu kondisi tidak nyaman dari tekanan psikologis ketika seseorang memiliki dua atau lebih kognisi (sejumlah informasi) yang tidak konsisten atau tidak sesuai satu sama lain.

Nah, apa sebenarnya yang menyebabkan kondisi tersebut terjadi?
Ingat, point utama yg menyebabkan disonansi kognitif adalah ada 2 kognisi yang tidak selaras yang kemudian menyebabkan orang tersebut mengalami tekanan. Festinger menyebutkan ada dua situasi umum yang menyebabkan munculnya disonansi, yaitu ketika terjadi peristiwa atau informasi baru dan ketika sebuah opini atau keputusan harus dibuat di mana kognisi dan tindakan yang dilakukan berbeda dengan opini atau pengetahuan yang mengarahkan ke tindakan lain. Lebih lanjut Festinger (1957) menyebutkan empat sumber disonansi dari situasi tersebut, yaitu:
a. Inkonsistensi logika
b. Nilai budaya
c. Opini umum
d. Pengalaman masa lalu

Tapi kali ini gw akan menyempitkan pembahasannya dalam kondisi beribadah seseorang khususnya yang beragama Islam saja. Menurut gw kondisi inilah yang digambarkan oleh Abi Bilal dalam menuliskan muqadimah sebuah buku yang berjudul Komitmen Muslim Sejati dengan kalimat, "... Anda lihat mereka (manusia muslim yang sekadar identitas-red) berada di satu lembah, sedangkan Islam berada di lembah yang lain."

Kemudian apakah yang bisa menghubungkan seseorang sehingga tercipta seorang muslim yang berintegritas dalam perilaku dan nilai diri sebagai seorang muslim? Gimana caranya supaya gak merasa mengalami disonansi kognitif gitu? yaaah, minimal gak tertekan secara identitas diri, ekekeke...  Maka, ust. rahmat Abdullah menyampaikan dalam muqadimah yang dibuatnya untuk buku Manhaj Haraki karangan Syaikh Munir Muhammad Al Ghadban yang mampu menjadi "mata rantai yang menghubungkan mereka dengan Rasulullah, bahkan dengan nabi-nabi sebelumnya" yaitu dengan mempelajari dan mengkaji sirah nabawiyah ataupun sejarah islam berdasarkan wa'yu 'kesadaran ilmiah'. Dengan mempelajari sirah nabawiyah, maka ia pasti merupakan bagian integral dari ummatan wahidah. Ia akan mewarisi spirit masa lampau umat Islam yang sangat kaya dan menumbuhkan militansi. Karena itu putusnya mereka dengan sirah nabawiyah  membuat lemahnya ghirah dan ruhul jihad.

Beuh, berat yak bahasanya.... Ya namanya juga nyuplik buku, jadi bahasanya begono.... Kalo gw biasanya menjelaskannya begini, kenapa sih harus mempelajari sirah nabawiyah? Atau jauh sebelum mengenal itu, gw berpikir gini, "Kan semua manusia di muka bumi ini yang muslim paham yak, bahwa Allah menciptakan manusia dan Jin untuk beribadah.... Nah, ada kalimat lagi yang meneguhkan bahwa segala hal itu bisa bernilai ibadah buat orang Islam soalnya Islam kan agama yang sempurna, jadi bahasannya mencakup segala hal.... etapi kalo buka Al Quran doank, kan pusiang luar binasa, dan selalu muncul pertanyaan setiap dikasih pemahaman, trus gw kudu kumaha (gimana)? Nah, cara menjalankannya mau liat siapa lagi kalo bukan Rasulullah... jadi, kenape si yang disuruh berdakwah tuh gak malaikat aje, cem maunya orang kafir? Ya keleus, kalopun digituain jg gw pikir abis itu mereka ngeles, itu malaikat makannya bisa gitu, kita mah manusia, udah biar malaikat aja yg berjuang, malaikat gak tau kan betapa susahnya jadi manusia? Betapa beratnya hidup jadi manusia? dst.... Nah, menurut gw (inget yak ini menurut gw, jadi gw menyarankan cari referensi yang lebih oke dan terpercaya, maksudnya baca sendiri Al Quran, manhaj haraki, tafsir, dll) inilah salah satu kenapa yg diperintahkan untuk jadi rasulullah predikat teragung termulia, ngalahin Malaikat, Raja, Ratu, Presiden, Perdana Mentri, Ibu, Bapak, dll. harus dari manusia. Iya, supaya kita bisa menirunya. Toh sama-sama manusia, jadi kita gak akan terkendala banyak masalah indrawi yang udah pada taulah ya, kalo kualitas indra manusia itu sangat terbatas. Jadi enak tuh, mau nanya apa bisa ditulis, sampaikan, wariskan. Dan serunya khusus Al Qur'an jaminan mutunya terjaga dan dijamin langsung sama Allah, nah.... kurang terpercaya apalagi coba? Yah, kalo gak percaya berarti gak mengimani rukun islam dengan sempurna, gitu aja.... Dan you know what? reputasi macam apa yang diperlukan untuk jadi periwayat hadits? Udah gak usah bayangin, berat coooy.... verivikasi kualitas personal ngalahin audit buat jadi ketua KPK pokoknya. Udah gitu meski super terpercaya. Seandainya kalo riwayat hadits doi terbukti bertentangan dengan Al Qur'an, maap-maap aje... hadits ngana (kamu) ditolak mentah-mentah. Kenapa Al Al Qur'an yang jadi alat verivikasi hadits? Ya karena Rasulullah gak mungkin melakukan sesuatu yang bertentangan dengan perintah Allah yang tertera di Al Qur'an. Dan Al Qur'an terjamin keasliannya.

Dengan begitu, saat kita melakukan sesuatu kita punya tuh referensi, kira-kira Allah sukanya saya harus gimana ya? Trus Rasulullah nyontohin buat ngadepin kondisi kayak gini gimana yak? Orang-orang jaman itu kondisi kayak apa? Kira-kira orang-orang yang dijamin masuk surga kaya gimana ya? Berarti standar masuk surga ya kayak gitu. Nah, gimana kalo gak baca sirah nabawiyah? Maka orang tersebut tidak akan mendapatkan tsabat. Sebab, doi tidak berada dalam suatu gelombang dengan rasulullah dan para sahabatnya. Kalo diumpamakan sirah ini sebagai satu sender (pesawat pemancar) siarannya akan ditangkap baik apabila kita memasang gelombang yang sama di receiver (pesawat penerima).

Nah, jadi gak terjadi lagi kondisi bingung dan tertekan yang disebabkan oleh 2 kognisi. Karena dengan mengetahui bagaimana Rasulullah menjalani hari-harinya kita udah tau diantara 2 kognisi itu mana yang bisa mengantarkan kita kepada Allah, yang lebih aman, dan lebih terjamin keberhasilannya dan harus sesuai dengan kognisi utama identitas kita sebagai muslim, sehingga cuma ada 1 kognisi utama dan memposisikan kognisi yang lain pada tempatnya. Karena kalo kata Dr. Yusuf Al Qardhawy dalam buku fiqh negara "Bukanlah orang cerdas yang hanya tahu membedakan antara kebaikan dan kejahatan. Tapi, orang yang cerdas adalah orang yang tahu membedakan antara yang lebih baik dari yang baik dan yang jahat dengan yang lebih jahat."

Yah, kalo jaman sekarang udah jauh terpisah dari pemahaman sejarah rasulullah wajar aja banyak orang desperate yang bilang, "gw udah gak bisa bedain lagi mana yang baik dan yang buruk." boro2bedain mana yang lebih baik dari yang yang baik dan yang jahat dengan yang lebih jahat. ekekekeke.... Dilanjut nanti ya gaaan.... segini dulu aje.... see yaaa....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar